Sebelum milenium baru, pasti banyak orang yang tidak menduga bahwa mengunggah video online bisa semudah sekarang. Ada banyak “perjudian” agar komunitas ini bisa berkembang dan tidak hanya jalan di tempat. Salah satu faktor utamanya adalah bandwidth. Apalagi kalau video yang diunggah merupakan video personal, merekam diri sendiri berbicara di depan kamera–yang kemudian disebut sebagai video blog (vlog) sedangkan kreatornya adalah vlogger. Apa tidak sayang kuota internet?
Di Indonesia, vlog memang terlambat populer. Di awal kenal dengan YouTube, banyak pengguna yang hanya mengunggah video amatir yang dianggap lucu maupun dianggap mengesankan–misalnya penampakan hantu. Kemudian disusul oleh video lipsing lalu video cover lagu. Setelahnya, booming-lah video rekaman programa dari televisi–setiap pengguna berlomba-lomba mengunggahnya ke YouTube.
Lalu vlog kapan?
Sampai 2013, jumlah vlogger di Indonesia bahkan masih bisa dilacak satu per-satu. Jumlahnya masih sangat sedikit. Di waktu yang bersamaan, di negara-negara lain terutama di Amerika dan Eropa, sudah ada gelaran besar sebagai ajang kumpul para kreator daring dari berbagai negara. Seperti VidCon, Playlist Live, maupun Summer in the City. Bahkan penyelenggaraan tersebut seudah diadakan kesekian kalinya.
Pun, di negara selatan Indonesia, Australia, Troye Sivan mulai muncul sebagai vlogger setelah (agak) banting stir dari yang sebelumnya lebih banyak membuat video cover lagu–belum seterkenal sekarang.
Entah ada penyebab pasti apa, namun mulai akhir 2014 hingga 2015 dan kini awal 2016, jumlah kreator YouTube di Indonesia meningkat drastis. Terutama para vlogger. Sayangnya, seperti kata Casey Neistat, banyak dari vlogger baru yang salah motivasi dalam membuat video personal–ini bukan hanya penyakit di Indonesia, namun di negara-negara lain juga. Banyak yang membuat video hanya dengan motivasi dangkal: ingin terkenal atau ingin dapat duit banyak–karena YouTube memungkinkan adanya monetisasi.
Karena motivasi yang salah itulah, kemudian muncul dilema. Di satu sisi, jumlah vlogger semakin banyak, kuantitas ini jelas menggembirakan. Namun di sisi lain, kualitasnya tidak sebanding. Bahkan, ketika akhir 2015 hingga awal 2016 sangat booming daily vlog di Indonesia, banyak dari mereka yang tidak mampu “bercerita” lewat vlog-nya. Hanya ada tumpukan-tumpukan footage mentah dan kemudian dijadikan satu lalu langsung diunggah. Kebetulan, mayoritas mereka-mereka ini dekat dengan kreator YouTube lain yang sudah populer duluan.
Inner-circle membuat mereka diberkahi dengan limpahan jumlah tayangan plus banjir subscribers.
Apakah mereka layak mendapatkan rekognisi sebesar itu? Tentu saja tidak, atau kalau mau lebih halus: belum.
Masih banyak vlogger di Indonesia yang benar-benar memulainya dari lapisan paling bawah; tidak menggunakan aji mumpung “aku teman dekat ini, lho…”; pun memiliki konten video entah vlog tematik maupun daily vlog yang lebih bergizi. Di bagian ini, merekalah yang seharusnya memperoleh privilege lebih.
Oleh karena itu, ujaran dari salah satu video NewAgeCreator bisa menjadi renungan. Di situ salah satu kreatornya berujar tentang bagaimana membuat komunitas YouTube itu sebagai komunitas yang suportif. Semua kreator yang telah memilih jalan “vlog” pasti memiliki perasaan hampir sama.
Dalam dunia vlogging, hal terberat adalah memulainya dan jelas itu tidak mudah. Momen ketika mulai berbicara dengan kamera, seolah-olah ada lawan bicara di depannya, hingga mengunggah hasil olahan video ke kanal YouTube bukalah pekerjaan yang bisa dikerjakan secepat degup jantung.
Dalam proses itu, setiap vlogger pasti akan merasakan momen jatuh bangun. Berjanji mau melakukan hal ini, hal itu; juga berusaha setia dengan rencana yang sudah disusun sebelumnya. Dari situ kemudian akan mulai nampak apa yang bakal terjadi setelahnya.
Mungkin di antara kamu yang sedang membaca tulisan ini ada yang sudah mulai membuat video, atau mungkin masih ragu buat memulainya.
Kuncinya cuma satu, senada dengan perintah Shia LaBeouf: just do it!
Inilah 5 hal penting untuk memulai kanal YouTube terutama di jalur vlog!
1. Harus tekun
Kayaknya hal ini sudah sangat klise. Tetapi, untuk menjadi seorang vlogger memang harus dilandasi oleh konsistensi. Genggam erat apa yang sudah kamu rencanakan untuk mengisi kanal YouTube-mu, setelahnya tinggal lanjut terus. Audiens pelan-pelan akan terbangun sebab YouTube juga sudah memiliki algoritmanya sendiri yang akan memudahkan setiap orang dalam menyelami tiap kata kunci.
2. Memiliki kualitas
Kalau kalian membuat vlog, selalu usahakan untuk memberikan insight baru pada audiens. Ingat saja, mereka yang menonton videomu artinya telah menginvestasikan sebagian waktu yang dimiliki untuk suatu hal yang lebih besar. Entah manfaat yang didapat itu akan berguna kapan.
Ingat tagline yang dulu sempat JacksGap pakai untuk kanalnya?
“Five minutes of your life that you won’t get back”
Selain itu, jangan buru-buru menyerah semisal membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan rekognisi. Kita semua, baik itu kreator maupun audiens, memiliki awal dan perjalanan yang berbeda-beda. Segala hal terjadi di waktunya masing-masing–berlaku untuk orang yang berbeda-beda pula.
Jadikan kreator yang kamu kagumi sebagai pendorong, motivasi. Supaya kualitas yang dimiliki semakin baik dari video pertama ke video selanjutnya.
3. “Prioritas” itu datang dari diri sendiri
Di YouTube, kamulah yang menentukan tujuan utama yang ingin diraih apa. Apakah bagimu yang paling penting adalah raihan angka yang didapat? Seperti jumlah pemutaran videomu? Jumlah subscribers yang signifikan? Banyaknya komentar yang ditinggalkan?
Atau malah sebaliknya? Angka-angka itu tidak terlalu penting bagimu. Yang lebih penting adalah memberikan video yang menginspirasi tanpa mempedulikan apakah nanti bakal langsung populer atau tidak?
Semuanya kembali lagi ke benak masing-masing kreator YouTube.
4. Berani berinovasi
Ketika sudah memulai saluran YouTube, pasti akan bermunculan ide-ide baru yang lebih segar. Entah tentang bahasan yang ingin diangkat, cara penyuntingan videonya, corak yang nampak di video, hingga alternatif lain dalam pengambilan gambar.
Coba-coba saja semua hal yang menurutmu masih asing namun terlihat menarik itu. Inovasi yang kamu lakukan akan terus menaikkan standar kualitasmu.
5. Apresiasi
YouTube adalah sebuah komunitas yang sangat besar. Ada berbagai macam sub-komunitas di dalamnya. Mungkin kamu cocok dengan semua kreator yang ada di situ–yang sepertinya mustahil untuk ada. Atau mungkin kamu telah menemukan ceruk khusus yang lebih menyenangkan. Silakan apresiasi kalau memang layak diapresiasi.
Bentuknya bisa dengan memberi like, atau meninggalkan komentar, atau mengirim e-mail, sampai mengirim pesan langsung ke kanal yang disukai.
Interaksi yang terjadi ini akan membuat komunitas kreator YouTube semakin akrab dan eksistensinya bisa bertahan lebih lama lagi. Tidak hanya musiman.
Dunia vlog–maupun YouTube–di Indonesia memang penuh anomali. Tulisan yang berkaitan dengan hal ini akan dibagikan di lain kesempatan.